Sunday, September 30, 2007

Murid SD Tabuyung Tidak Cukup Tempat Duduk

Sabtu, 17 Februari 2001

Murid SD Desa Tabuyung Duduk Berdesakan

Kompas/syamin pardede

Medan, Kompas
Sudah dua tahun murid Sekolah Dasar (SD) Negeri 142707 Desa Tabuyung, Kecamatan Muara Batanggadis, Kabupaten Mandailing Natal, harus belajar berdesak-desakan di kelas karena terbatasnya jumlah bangku dan meja belajar. Akibatnya, proses belajar mengajar tidak terlaksana dengan baik hingga kualitas pengetahuan murid SD Negeri di pantai barat Sumatera Utara itu (sekitar 610 kilometer selatan Medan) di bawah standar.

Dalam kunjungan Kompas ke Desa Tabuyung pekan lalu, murid kelas II, III dan VI terbata-bata menjawab pertanyaan tentang pengetahuan umum, matematika, maupun sejarah, termasuk ketika diminta membaca judul berita surat kabar.

Begitu juga murid kelas II, tidak bisa segera menjawab tanggal dan tahun kemerdekaan Indonesia. Sedangkan murid kelas VI masih harus berpikir keras dan makan waktu hampir satu menit untuk menjawab hasil perkalian 25 kali 25.

Kepala SD Negeri 142707 Masbe Siregar, dan wakilnya Sahlan Effendy Siregar mengakui terus terang, kualitas pengetahuan murid masih di bawah standar. Hal itu bukan karena mereka tidak mampu mengajar dengan baik, tetapi lebih disebabkan situasi dan kondisi yang tidak mendukung. Apalagi sebagian murid sering absen dengan berbagai alasan, di antaranya terpaksa harus membantu orangtua bekerja di ladang, atau ikut ke laut menangkap ikan. Sebagian besar dari 655 kepala keluarga penduduk Desa Tabuyung masih tergolong miskin.

"Dalam pelaksanaan evaluasi belajar tahap akhir nasional (ebtanas) kami terpaksa mengambil kebijakan dan memberi kelonggaran sehingga banyak juga murid yang lulus. Jika tidak, besar kemungkinan murid yang lain tak mau lagi sekolah," kata Sahlan Effendy Siregar.

Diresmikan menjadi SD Negeri tahun 1957 (sebelumnya SD swasta-Red), kondisi sekolah enam lokal tersebut sudah memprihatinkan. Dinding papan banyak berlubang, atap seng banyak yang bocor. Jumlah murid kelas I sampai kelas VI tercatat 442 orang, atau kalau seluruh murid hadir berarti tiap kelas rata-rata diisi 72 orang. Malah di kelas III beberapa murid terpaksa duduk di lantai. Sementara jumlah guru sudah memadai, 13 orang termasuk kepala sekolah.

Sampai bosan

Menurut Masbe Siregar, pihaknya sudah beberapa kali minta perhatian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kabupaten Mandailing Natal untuk segera membuat atau menambah meja dan bangku baru agar proses belajar dan mengajar di SD Desa Tabuyung terlaksana dengan baik. Juga soal perlunya beberapa lokal baru, mengingat jumlah murid dan anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah tiap tahun terus bertambah. Namun, permintaan itu sampai sekarang belum direalisasi.

"Sampai bosan kami membicarakan atau melayangkan surat permintaan itu ke atasan," keluh Masbe Siregar yang dibenarkan Kepala Desa Tabuyung Eka Irsyad Hasibuan.
Baik Kepala Dinas P dan K Kabupaten Mandailing Natal Abdul Rajab Pasaribu maupun Kepala Dinas P dan K Sumatera Utara Makmur Pasaribu, tidak berhasil dihubungi untuk konfirmasi. (sp)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0102/17/daerah/muri21.htm

2 comments:

syawal nasution said...

sebenarnya ini juga tanggung jawab kita semua tidak harus pemerintah. karena disekitar kita sangat banyak orang kaya yang pura pura perduli terhadap keadaan disekeliling tapi hanya sebatas komenyar saja dan menjelek kan pemerintah yang juga pasti menaggapi dengan sagat serius dan sudah pasti hanya sekedar tanggapan kata orang NATO.
No Action Tolk Only.

schatzoneda said...

saya sangat tertarik ketika membaca persoalan ini, banyak ragam masalah yang ada di daerah pantai barat mandailing natal yang jarang dipublikasikan, bahkan kesannya sangat sulit, menurut saya dan sudah sepantasnya setiap daerah memiliki kesempatan yang sama untuk diekspos dan dipubliksikan, sehingga masyarakat luas tau apa nyang terjadi saat ini didaerah-daerah terpencil seperti kecamatan natal. tidak hanya masalah bencana, bahkan banyak arogansi pihak-pihak yang berkepentingan di kecamatan natal yang sudah sangat keterlaluan, seperti kasus tanah masyarakat, investor yang tutup mata dengan kesejahteraan rakyat tenpat mereka mengeksploitasi besar-besaran hutan kecamatan natal, sumber daya alam yang tidak dikembangkan, dan juga pendidikan sebagai basic pembangunan juga jalan ditempat dalam kubangan ketertinggalan, saat ini pertanyaannya........ MASIHKAH ADA KESEMPATAN UNTUK DAERAH-DAERAH TERPENCIL SEPERTI KECAMATAN NATAL UNTUK MERASAKAN NIKMATNYA PEMBANGUNAN? DAN KAPAN????????????