Tuesday, July 3, 2007

Pengusahaan Bahan Galian di Madina

Proyek Kerja Dinas Pertambangan Sumatera Utara

Penyusunan Skala Prioritas Pengusahaan Bahan Galian
di Kabupaten Mandailing Natal (2000 / 2001)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Daerah Kabupaten Mandailing Natal yang merupakan hasil pemekaran dari daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sebelumnya, memiliki potensi sumber daya alam, yaitu potensi sumber daya mineral.

Potensi sumber daya mineral di daerah kabupaten Mandailing Natal yang di dasarkan atas data dan informasi terdahulu, terdapat beberapa sumber daya mineral yang termasuk dalam golongan C antara lain granit, batugamping, marmer, andesit, batumulia, lempung dan sirtu.

Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, maka dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah secara nasional dari sektor non migas, keberadaan potensi sumber daya mineral di daerah ini mempunyai prospek pengembangan, pengelolaan dan pemanfaatan. Untuk mencapai tujuan tersebut adalah mengadakan penyelidikan guna mengetahui sebaran, mutu / kualitas, jumlah cadangan, lokasi dan kesampaian, penggunaan dan sebagainya.

I.2. Maksud dan Tujuan

Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mengetahui keterdapatan sumber daya mineral, mutu/kualitas, penggunaannya dan prioritas pengembangan bahan galian serta kondisi geologi umum. Tujuan dari penyelidikan ini adalah untuk memberikan informasi tentang potensi bahan galian golongan C di wilayah kabupaten Mandailing Natal kepada pihak Investor serta peningkatan usaha pertambangan dengan pedoman pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan diharapkan akan menambah sumber pendapatan asli daerah.

I.3. Metode Penyelidikan

1.3.1. Tahap Persiapan

- Mengumpulkan laporan hasil penyelidikan terdahulu
- Mengumpulkan data-data yang terkait dengan pengembangan sektor pertambangan.
- Interpretasi peta geologi, skala 1: 250.000

1.3.2. Tahap Penyelidikan

- Kegiatan lapangan yakni difokuskan pada daerah yang mengandung bahan galian golongan c.
- Mengetahui nama batuan dan lokasi keterdapatannya.
- Mengetahui situasi dan kondisi geologi.
- Pengambilan contoh bahan galian untuk analisa laboratorium.

1.3.3. Tahap Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan akhir, yaitu mengevaluasi data-data hasil penyelidikan di lapangan dan hasil penyelidikan terdahulu serta ditunjang dengan hasil analisa laboratorium.

I.4. Peralatan Yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penyelidikan ini, antara lain :

- Kompas dan palu geologi.
- Peta topografi, skala 1: 50.000 antara lain lembar Kotanopan, lembar Penyabungan, lembar Muara Sipongi dan lembar Muara Soma.
- Peta geologi, skala 1: 250.000 lembar Lubuk Sikaping.
- Loupe / Kaca pembesar.
- Kamera.
- Larutan Hcl 0,1 N.
- Alat tulis menulis.
- Kantong contoh batuan

BAB II
KEADAAN UMUM


II.1 Letak dan Kesampaian Daerah

Daerah kabupaten Mandailing Natal sebagai daerah penyelidikan dapat dicapai melalui jalur darat dari Kota Medan - Tarutung - Padang Sidempuan.

Secara geografi, daerah Kabupaten Mandailing Natal terletak pada koordinat antara 0 10'- 1 50' Lintang Utara dan 98 50' - 100 10' Bujur Timur,
Ibukotanya penyabungan dengan batas :
- Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Selatan
- Sebelah Timur : Propinsi Sumatera Barat
- Sebelah Selatan : Propinsi Sumatera Barat
- Sebelah Barat : Samudera Indonesia

II.2. Luas Wilayah

Luas Wilayah Kabupaten Mandailing Natal 6.6209,70 km, terdiri dari 8 kecamatan, letak pada 0 - 2.145 meter diatas permukaan laut, PDRB/Kapita U$$ 491, beriklim tropis, curah hujan 1.000 - 4.000 mm/tahun, suhu udara 27 C - 30 C, kelembaban udara 75 %, mata pencaharian umumnya bertani dan berladang, sebagian pengusaha swasta dan pegawai negeri sipil.

Penduduk umumnya didiami oleh suku Mandailing, Angkola, Batak, Minang dan Jawa dengan kepercayaan yang di anut adalah agama Islam dan sebagian beragama Kristen.

II.3. Tata Guna Lahan

Daerah Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya mempunyai keadaan topografi perbukitan bergelombang sedang sampai perbukitan terjal, dan pada beberapa bagian lainnya relatif datar terutama pada kawasan pemukiman.
Daerah penyelidikan meliputi Kecamatan Penyabungan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi, dan Kecamatan Batang Natal, daerah tersebut umumnya memiliki bahan galian golongan C.

II.4. Sumber Daya Alam

Daerah Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah perbukitan (sekitar 70 %), dikenal sebagai daerah perkebunan karet, sawit, kemiri, kopi. Dan kemenyan dan persawahan ( Tanaman Bahan Makanan dan Tanaman Perkebunan Rakyat).

Sumberdaya hutan antara lain kayu gergajian, log pinus dan log rimba yang terdapat di daerah ini cukup banyak dan memberikan peluang investasi dalam sektor industri pengolahan hasil hutan ( kayu lapis ).

Sektor parawisata daerah Kabupaten Mandailing Natal, terdapat beberapa kawasan wisata lokal yang memiliki potensi dalam pengembangan dan pengelolaan yang memberikan peluang sebagai pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

II.5. Iklim dan Cuaca

Daerah Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya beriklim tropis dengan 2 kali pergantian musim dalam satu tahun, yakni musim kemarau dan musim penghujan. Curah hujan cukup tinggi, suhu udara rata-rata setiap harinya antara 26 C - 30* C.

BAB III
GEOLOGI LINGKUNGAN

III.1. Geomorfologi

Menurut N.M.S Rock,dkk, (1983), membagi fisiografi daerah lembar lubuk Sikaping menjadi enam zone, yaitu :

III.1.1. Dataran Pantai Barat

Suatu dataran yang dikelilingi oleh sederatan perbukitan dengan puncak tertinggi mencapai 400 meter dari permukaan laut, disusun oleh batuan vulkanik Tersier (BK.
Sikara-kara bagian Natal), beberapa intrusi granitoid ( BK. Banjaralang
Di Air Bangis). Dan beberapa metasedimen Pre-Tersier ( bagian baratlaut DK. Sungai Pinang).

III.1.2. Zona Pengunungan Bukit Barisan Bagian Barat

Zona ini membentuk pengunungan yang memanjang, dipisahkan oleh graben.
Bagian barat graben disusun oleh meta vulkanik dan meta sedimen berumur Mesozoikum Akhir, intrusi granitoid kemudian ditutupi oleh sedimen-sedimen resisten dan vulkanik berumur Miosen dan selanjutnya diendapkan batuan vulkanik berumur Kuarter.
Topografi meta sedimen dari ketiga pegunungan, berumur Kuarter mempunyai ketinggian ;Gn.Sorik Merapi (2145m), Gn. Malintang (1948) dan Gn. Talamau (2913m). Salah satu gunung yang terbesar adalah Gn. Talamau, luas sekitar 400 km dan mempunyai bentuk kerucut kembar. Gn. Sorik Merapi merupakan gunung aktif, ketinggian dari dasar laut bervariasi dari 300 meter hingga 1.300 meter, lerengnya berarah ketimur laut dan barat laut. Sorik Merapi mempunyai suatu kawah yang kecil dan Gn. Malintang mempunyai kaldera, tetapi Gn. Talamau hanya mempunyai lubang gas daerah puncak (Kemerling 1920).

III.1.3. Zona Graben

Graben ini cenderung berarah kebarat laut - tenggara seperti terlihat di daerah Panyabungan (Panyabungan Graben), Rao (Rao Graben) dan Lubuk Sikaping (Sumpur Graben), oleh Vestappen (1973), disebut Sistem Sesar Sumatera.
Bagian dasar dari Panyabungan graben, kemiringannya landai ke arah barat karena di bagian timur endapan-endapan ini cukup tebal. Penyabungan graben di bagian selatan sekarang ini dibatasi suatu garis memanjang dari daerah Padang Sidempuan hingga ke bagian utara. Dataran tinggi dari bagian dasar, graben yang besar ini terisi aluvial dengan "fault scarp". Sepanjang 300 meter. Hal ini dianggap sebagai lenti micro graben. Graben ini umumnya mudah dicapai, sebagian besar dihuni oleh penduduk dan merupakan areal persawahan.

III.1.4. Zona Bukit Barisan Bagian Timur

Ini berbeda dengan zona bagian barat dari segi umur, terutama batuan dasar (meta sedimen dan intrusi berumur Palezoikum Akhir), tidak dijumpai vulkanik Kuarter, beberapa bagian puncak membulat dan puncak tertinggi. Umumnya daerah ini tidak dapat
Dicapai, mempunyai torehan sungai yang sangat dalam. Korelasi antara geologi dan topografi kurang jelas dibandingkan zona di bagian barat, batuan dasar disusun oleh meta Sedimen dan intrusi dapat dibedakan teksturnya pada geologi foto, tetapi ketinggiannya tak tampak. Hanya satu dari beberapa singkapan batugamping yang dicirikan suatu punggungan besar dari Tor Sihite (1407 m) pada kontak metamorfisma berbatasan intrusi Rao-Rao.

III.1.5. Kaki Pegunungan Bukit Barisan

Ini menggambarkan suatu rangkaian graben dan horst membentuk perlipatan pada lapisan tersier, batas sesar-sesar ini mengikuti sayap lipatan. Graben ini disusun oleh lapisan Tersier Muda (Formasi Telisa), dengan sebaran aluvial sepanjang aliran sungai dengan rangkaian perbukitan yang berelevasi sedang hingga tinggi dengan torehan sungai tidak dalam. Korelasi antara geologi dan topografi daerah ini nampak jelas.

III.1.6. Aliran Cekungan Sosa

Terletak di bagian timur laut lembah Lubuk Sikaping, menempati daerah rendah dimana memotong perbukitan yang disusun oleh flat aluvial. Perbukitan ini membentuk perlipatan yang ditutupi oleh sedimen Tersier dengan ketebalan bervariasi dari suatu urutan Klasik berumur Pleistosen.

III.2. Stratigrafi

Menurut N.M.S. Rock, dkk, (1983), pada peta geologi lembar Lubuk Sikaping dibagi atas tiga succession sebagai berikut :

III.2.1. Pra-Tersier Succession

Pada Pra-Tersier ini di kenal tiga kelompok. Zona Bukit Barisan bagian timur mempunyai lapisan dasar yang cukup tebal. Kelompok Tapanuli ini berumur Karbon Awal hingga Perm Awal, di mana umumnya didominasi oleh batu sabak dari Formasi Kuantan (Silitonga & Kastowo, 1975) dan metamorfisma dari greenschist atau amphibolite facies.

Kelompok Tapanuli :
Jarang sekali dijumpai fosil pada kelompok ini. Zwierzycki (1992), merekam fosil di beberapa lokasi di bagian utara Sumatera yang berumur Perm hingga Karbon, tetapi tak satupun dibuktikan sebagai suatu bagian dari kelompok Tapanuli.
Formasi Kuantan mengandung fosil berumur Karbon Awal dan Perm Tengah (Silitonga & Kastowo, 1975), batugamping berumur Perm ini termasuk dalam Formasi Silungkang.
Oleh karena itu Kelompok Tapanuli dianggap berumur Karbon Awal hingga Perm Awal, mungkin juga berumur Devon atau lebih tua.

Kelompok Peusangan :
Kelompok ini berumur Perm Akhir hingga Trias Akhir dengan sebaran yang tidak begitu luas, dijumpai pada daerah atau dekat graben, umumnya singkapan bagian bawah berumur Perm Akhir, tersusun oleh batuan vulkanik hingga batugamping pada Formasi Silungkang (Silitonga & Kastowo, 1975) dan singkapan di bagian atas berumur Trias Akhir di jumpai fosil Holobia pada batu lumpur (Formasi Cubadak).

Kelompok Woyla :
Kelompok Woyla ini berumur jura Akhir hingga kapur Akhir, sebaran yang sangat luas pada zona Bukit Barisan bagian barat, stratigrafnya cukup jelas pada cross-strike section di daerah Batang Natal.
Pada peta, skala 1 : 250.000 memperlihatkan kesamaan umur. Singkapan singkapan Kelompok Woyla dapat diamati dari formasi-formasi secara tersendiri, tersebar luas di Pantai Utara pada 3 N, dimana dapat diamati secara paleontologi. Fauna-fauna berumur Jura Akhir hingga Kapur Awal pada daerah dangkal, ditutupi oleh lapisan berumur Jura hingga Kapur.

Bagian-bagian pada Woyla succession di daerah Batang Natal mirip dengan lapisan Palezoic bagian atas di daerah Bentong dan Malya (Haile et al, 1977), chert radiolarian, argillit dan serpentinit ditutupi oleh batupasir dan kontak dengan kuarsa-mika sekis dengan umur yang berbeda. Dari beberapa daerah pada lembar ini dekat dengan zona graben. Hubungan stratigrafi dari ketiga kelompok di atas tidak jelas. Oleh karena itu sementara memberikan suatu kesamaan satuan Pre-Tersier. Kontak antara perbedaan kelompok Pre-Tersier tidak jelas karena merupakan zona sesar atau intrusi.

III.2.2. Tersier Succession

Sedimen Tersier Sumatera bagian Utara adalah Kompleks, beberapa cekungan sedimentasi berbeda waktu, dipisahkan oleh pegunungan Bukit Barisan atau tinggian.
Lapisan Tersier I tidak dapat diamati dipermukaan di daerah Natal, namun batuannya mempunyai umur sama yang dijumpai di daerah Rantau Panjang (hasil pemboran I dibagian Pantai Barat). Lapisan Tersier II dan III dipisahkan oleh cekungan sedimentasi /cekungan Sumatera bagian tengah dan barat. Succession cekungan Sumatera bagian tengah dilakukan oleh Pertamina dibagian baratlaut cekungan Margin. Lapisan Tersier di bagian tengah tersesarkan dan merupakan sistem graben.
Succession cekungan Sumatera bagian barat mempunyai struktur yang sangat komplek, terjadi pengendapan di beberapa daerah bagian barat pada Sesar Pasaman dan penelanjangan akibat erosi.

III.2.3. Kuarter Succession

Lapisan Kuarter dibatasi oleh dataran Pantai Barat dan daerah graben. Menurut Kanao et al (1971), umumnya daerah aluvial menempati sepanjang bagian barat daya Gunung Malintang yang merupakan hasil rombakan vulkanik.
Berdasarkan interpretasi geologi foto bahwa endapan aluvial menempati daerah datar.

III.3. Struktur Geologi

Menurut N.M.S Rock, dkk, (1983) pada peta geologi lembar Lubuk Sikaping, skala 1 : 250.000, Sesar utama dapat dilihat dari hasil foto udara, tetapi umumnya dapat dilihat secara dilapangan.

Zona utama dari sistem Sesar Sumatera dicirikan kedua graben dengan struktur yang kompek. Zona sesar ini termasuk kumpulan pengaliran beberapa sungai (bagian timur laut kaki Sorik Merapi dan umumnya sepanjang pungkut Baralis).

Pergerakan Sinistral dapat kita lihat dari perangkap struktur komplek antara Asik hingga Lubuk Sikaping dan sesar Pungkut hingga Baralis, terutama di sekitar Muara Sipongi, ini terlihat dari perputaran "anticlocwise", strukturnya cenderung berarah timur - tenggara dan memutar sinistral dimana struktur utama berarah barat laut - tenggara dengan tipe utama 'transcurrent fault system".

Singkapan yang dari sesar Pungkut - Baralis dapat kita lihat pada sungai sungai kecil di bagian selatan fault valley, lebar zona sesar ini sekitar 20 meter, disusun oleh sulfida hitam yang kaya dengan lempung, silicified breccias yang kaya dengan gypsum, dijumpai dolomit breksi di bagian barat jalan daerah Panti, dapat menggambarkan suatu sesar Pada Rau Graben. Sesar Komplek ini sejajar dengan Sistem Sesar Sumatera menerus ke laut diikuti dengan sesar An-Batee. Selanjutnya ke utara (daerah Tapaktuan). Beberapa dari sesar-sesar ini di jumpai di Batang Natal, dicirikan oleh dolomitic breccias, warna orange, berbutir halus dengan suatu zona hancuran dan ketebalan yang cukup besar.


BAB IV
POTENSI BAHAN GALIAN

IV.1. Potensi Bahan Galian Yang Tersedia
Potensi bahan galian golongan C daerah Kabupaten Mandailing Natal dapat dikelompokkan menjadi bahan galian industri dan bahan galian konstruksi.
Berdasarkan potensi bahan galian tersebut, maka dapat di uraikan jenis bahan galian, letak dan kesampaian daerah, mutu dan cadangan serta kegunaannya adalah sebagai berikut :

a. Marmer

Batuan Marmer dalam istilah geologi adalah batugamping atau dolomit yang mengalami metamorfosa kontak atau regional. Batuan Marmer di daerah ini, berwarna abu-abu gelap - agak kemerahan putih, keras, kompak, masif, sebagian terkekarkan kuat, terisi mineral kalsit dan oksida besi, struktur laminasi masih nampak, berbutir kasar - halus, umumnya tidak menunjukkan suatu perlapisan. Batuan marmar di daerah ini membentuk perbukitan terjal, sebagian berupaya perladangan dan hutan semak belukar (foto 3,4,5 dan 6).

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Potensi bahan galian marmar di kecamatan Muara Sipongi, terdapat di desa Ranjo Batu, desa Hutatoras, Kecamatan Kotanopan terdapat di desa Huta Pungkut dan Kecamatan Panyabungan, terdapat di desa Aek Banir dan Sipagapaga, pada umumnya dapat di jangkau dengan kenderaan roda empat melalui jalan beraspal sampai ibukota kecamatan dan selanjutnya menuju lokasi dengan kondisi jalan pengerasan.

Mutu dan Cadangan :
Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik, memperlihatkan komposisi sebagai berikut :
Contoh (MD.1) SiO2 = 33,25 %, TiO = 0,57 %, AL2O3 = 24,89 % Fe2 O = 5,85 %, CaO = 5,43 %, MgO = 23,86 %, MnO = 0,49 %, HO = 5,66 % dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,62 gr/Cm dan kuat tekan = 4,25 Kg/Cm.

Contoh (MD.3) SiO2 = 36,94 %, TiO = 0,87 %, A1 O = 36,97 %, Fe O = 2,93 %, CaO = 4,42 %, MgO = 6,87 %, MnO = 0,01 %, H O = 10,99 % dan analisa sifat menunjukkan berat jenis = 2,46 gr/Cm dan kuat tekan = 4,45 Kg/Cm.

Contoh (MD.15) SiO = 31,19 %, TiO = 0,02 %, A1 O = 24,14 %, Fe O = 6,14 %, CaO = 7,12 %, MgO = 19,24 %, MnO = 0,01 %, H O = 10,99 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,46 gr/Cm dan kuat tekan = 4,45 Kg/Cm.

Contoh (MD.15) SiO = 31,19 %, TiO = 0,02 %, A1 O = 24,14 %, Fe O3 = 6,14 %, CaO = 7,12 %, MgO = 19,24 %, MnO = 0,01 %, H O = 12,14 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,35 gr/Cm dan kuat tekan = 3,52 Kg/Cm.
Perkiraan luas penyebaran sekitar 322,5 Ha, sedangkan perkiraan cadangannya sekitar 2257,5 Juta M.

Kegunaan :
Kegunaan marmer terutama untuk bangunan seperti ubin lantai, dinding, papan nama, dekorasi atau hiasan, monumen dan perabot rumah tangga seperti meja dan kap lampu serta bahan baku pembuatan pupuk.

b. Andesit

Bahan galian andesit, berupa lava andesit, berwarna abu-abu - gelap, kompak, keras, masif, rekah rekah, sedikit berpori, tekstur porphyritic, dan disusun oleh mineral utama plagioklas, hornblende, biotit dan piroksim, umumnya membentuk perbukitan menyebar ke arah barat dan timur meliputi daerah Panyabungan, Sipaga-paga dan Purba Lama, sebagian besar bersifat bongkahan-bongkahan, Bahan galian andesit ini umumnya menempati daerah pemukiman, perkebunan, dan perladangan serta aliran aliran sungai
(foto 7,8,9, dan 10).

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Bahan galian andesit dijumpai di Kecamatan Panyabungan, terdapat di daerah Aek Banir, Sipaga-paga dan Purba Lama. Daerah tersebut dapat dijangkau dengan kondisi jalan beraspal. Penyebaran bongkahan bongkahan batuan andesit umumnya dapat diamati secara jelas pada aliran aliran sungai di daerah tersebut.

Mutu dan cadangan :
Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik adalah sebagai :
Contoh (MD.2) SiO = 22,30 %, TiO = 0,04 %, A1 O3 = 19,27 %, Fe O3 = 5,80 %, CaO = 15,25 %, MgO = 18,22 %, MnO = 4,17 %, H O = 14,95 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,95 gr/Cm dan kuat tekan = 3,20 Kg/Cm.

Contoh (MD.4) SiO = 31,73 %, TiO = 0,15 %, A1 O3 = 25,45 %, Fe O3 = 6,70 %, CaO = 9,15 %, MgO = 4,52 %, MnO = 0,05 %, H O = 20,25 % dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 3,20 gr/Cm dan kuat tekan = 4,41 Kg/Cm.

Contoh (MD.7) SiO = 32,73 %, TiO = 0,15 %, Al O3 = 24,45 %, Fe O = 5,70 %, CaO = 10,15 %, MgO = 4,52 %, MnO = 0,05 %, H O = 20,25 % dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 3,21 gr/Cm dan kuat tekan = 4,39 Kg/Cm.

Kegunaan :
Kegunaan bahan galian andesit ini terutama untuk bahan bangunan (agregat) dan batu hias (ornamental stone).

c. Batu Gamping

Batu Gamping, berwarna abu-abu - keputihan, keras, kompak, struktur masif, tekstur kristalin dengan ukuran butir kasar, sebagian terkekarkan kuat, terisi mineral kalsit dan oksida besi, umumnya tidak menunjukkan suatu perlapisan, ketebalan bervariasi dari 4 - 10 meter. Batugamping ini tersusun oleh mineral kalsit (CaCo ), terjadi secara organik, mekanik atau kimia. Batugamping ini pada umumnya membentuk perbukitan merupakan areal perladangan dan semak belukar (foto 11 dan 12).

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Potensi bahan galian batugamping di Kecamatan Muara Sipongi, terdapat di Kp. Hutalemba dan di Kecamatan Batang Natal, terdapat di desa Sopotinjak, Bangkelang dan Muara Soma, pada umumnya dapat di jangkau dengan kenderaan roda empat melalui jalan beraspal dengan kondisi jalan baik.

Mutu dan Cadangan :
Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik, memperlihatkan komposisi sebagai berikut :
Contoh (MD.8) SiO = 31,75 %, TiO = 0,15 %, A1 O = 30,73 %, Fe O = 1,40 %, CaO = 10,55 %, MgO = 12,12 %, MnO = 0,05 %, H O = 10,25 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,55 gr/Cm dan kuat tekan = 4,1 Kg/Cm.

Contoh (MD.9) SiO = 33,30 %, TiO = 0,57 %, A1 O = 40,27 %, Fe O = 5,80 %, CaO = 7,25 %, MgO = 5,15 %, MnO = 0,17 %, H O = 10,02 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2, 62 gr/Cm dan kuat tekan = 4,25 Kg/Cm.

Contoh (MD.10) SiO = 33,30 %, TiO = 0,04 %, A1 O = 40,27 %, Fe O = 5,80 %, CaO = 7,25 %, MgO = 5,05 %, MnO = 0,17 %, H O = 10,12 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2, 53 gr/Cm dan kuat tekan = 4,2 Kg/Cm.

Hasil analisa kimia pada contoh MD.8, dan MD. 9 dan MD.10, kandungan unsur MgO 12,12 % - 5,15 % - 5,05 % hal ini termasuk jenis batugamping dolomitan.
Perkiraan luas penyebaran sekitar 45 Ha, sedangkan perkiraan cadangannya sekitar 35,1 Juta M.

Kegunaan :
Penggunaan batugamping tergantung pada sifat-sifat fisik dan kimianya. Penggunaan sebagai bahan bangunan ditentukan oleh sifat fisiknya, sedangkan sebagai bahan industri di tentukan oleh sifat kimianya.
Batugamping banyak digunakan sebagai bahan baku semen, karbid, bahan pemutih, penetral keasaman, pupuk industri, keramik, bahan bangunan, bahan ornamen, pengembang dan pengisi dalam industri cat, kertas, karer dan plastik serta dalam industri farmasi, kosmetik dan industri kimia lainnya. Disamping itu, daerah yang mempunyai topografi karst dapat dikembangkan menjadi objek wisata.

d. Granit

Batuan granit pada umumnya berwarna abu-abu - putih bintik hitam, berbutir kasar, tekstur granitic, kompak, terkekarkan, bentuk kristal subhedral - anhedral, komposisi antara lain kuarsa, biotit dan plagioklas. Pada umumnya tubuh batuan granit di daerah ini telah mengalami tingkat pelapukan yang cukup tinggi sehingga batuan tersebut agak sulit diidentifikasi secara megaskofis lagi, ketebalan 5- 10 meter. Untuk mengetahui ciri litologi dan sifat fisik batuan ini beberapa bongkahan-bongkahannya yang terdapat di sungai masih menunjukkan aslinya. Batuan granit ini termasuk dalam Batholith Panyabungan yang cukup luas, berumur Perm hingga Jura (foto 13 dan 14).

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Bahan galian granit terdapat di Kecamatan Muara Sipongi (Muara Sipongi), Kecamatan Kotanopan (Kotanopan), dan Kecamatan Panyabungan (desa padangluru dan Tebing Tinggi), pada umumnya dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dan selanjutnya berjalan kaki menuju lokasi bahan galian.

Mutu dan Cadangan :
Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik dari bongkahan batuan granit, menunjukkan komposisi sebagai berikut :
Contoh (MD.5) SiO = 31,20 %, TiO = 0,01 %, A1 O = 25,14 %, Fe O = 5,24 %, CaO = 7,04 %, MgO = 20,24 %, MnO = 0,01 %, H O = 11,12 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 3,34 gr/Cm dan kuat tekan = 3,22 Kg/C
Perkiraan luas penyebaran sekitar 827 Ha, sedangkan perkiraan jumlah cadangan sekitar 5.789 Juta M.

Kegunaan :
- Batuan granit yang berbutir kasar dan menengah dapat digunakan sebgai bahan bangunan, dermaga, pengeras jalan dan bendungan.
- Batuan granit yang berbutir halus dapat diasah dan dipoles untuk penghias lantai dan rumah/gedung.
- Batuan granit yang berwarna pink, abu-abu bintik hitam, dapat dipoles untuk dinding rumah/gedung, dekorasi dan alat rumah tangga seperti meja.

e. Kaolin

Kaolin adalah massa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi rendah. Kaolin mempunyai komposisi hidrus aluminium silikat (A1 O 2 SiO 2 H O) dengan beberapa material penyerta.
Kaolin di daerah penyelidikan umumnya berwarna abu-abu cerah - putih, bersifat gembur, mudah diremas, mengandung oksida besi, perlapisan tidak jelas, ketebalan antara 1 - 3 meter, terbentuk akibat proses hidrotermal (foto 15 dan 16).

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Potensi bahan galian kaolin terdapat di daerah Sibanggor Tonga, Kecamatan Kotanopan, daerah tersebut dapat ditempuh dengan kenderaan roda empat melalui jalan beraspal, terdapat ditepi jalan.


Mutu dan Cadangan :
Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik, menunjukkan komposisi sebagai berikut :
Contoh (MD.10) SiO = 3,30 %, TiO = 0,04 %, A1 O3 = 10,27 %, Fe O = 15,80 %, CaO = 45,25 %, MgO = 5,05 %, MnO = 0,17 %, H O = 20,12 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 1,53 gr/ Cm dan kuat tekan = 1,2 Kg/Cm.
Perkiraan luas penyebaran sekitar 3,75 Ha, sedangkan perkiraan jumlah cadangannya sekitar 7,5 Juta M.

Kegunaan :
Bahan galian kaolin umumnya digunakan dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku utama atau sebagai bahan pembantu. Fungsinya bisa sebagai pengisi (filler), pelapis (coater), bahan tahan api, atau penyekat (isolator). Penggunaan kaolin yang utama adalah dalam industri kertas, keramik, cat, karet/ban, dan plastik. Sedangkan penggunaan lainnya diantaranya untuk industri semen, pestisida, pupuk, kosmetik, farmasi, pasta gigi, tekstil dan lain-lainnya.

f. Batumulia

Batumulia adalah semua jenis mineral dan batuan yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang khas, serta digunakan untuk perhiasan dan bahan dekorasi atau hiasan. Dalam dunia perdagangan, batumulia digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu batu permata (precious stones), jenis batu setengah/semi permata (semi-precious stones) dan jenis batu hias (ornamental stones).
Di daerah penyelidikan batumulia termasuk dalam jenis batu setengah/semi permata (semi-precious) seperti kalsedon, agate, jasper, feldspar dan rijang. Batumulia ini termasuk batumulia bertemperatur rendah, umumnya dijumpai dalam bentuk kerakal karena telah mengalami transportasi.

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Bahan galian batumulia terdapat di daerah Muara Soma dan sekitarnya, Kecamatan Batang Natal, daerah ini dapat ditempuh dari kota Panyabungan dengan kenderaan roda empat melalui jalan beraspal sekitar 65 Km. Batu mulia umumnya dijumpai pada sungai-sungai di sekitar daerah tersebut dengan berbagi ukuran dari kerikil sampai kerakal.

Kegunaan :
Batumulia biasanya digunakan sebagai perhiasan oleh manusia dan penambah keindahan ruangan. Dalam industri pengolahan batumulia antara lain pembuatan cincin, giwang, liontin, gelang, asbak, vas bunga, plakat, batu alam dan lain-lain.

g. Phospat

Endapan posfat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu endapan permukaan, endapan gua dan endapan bawah permukaan. Secara umum endapan posfat berasal dari tumpukan kotoran burung dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batugamping karena pengaruh air hujan dan air tanah. Endapan posfat di daerah penyelidikan, terdapat pada gua, berupa posfat guano, berwarna kecoklatan bintik putih, dan mudah digali. Endapan posfat pada daerah ini belum pernah diselidiki.

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Potensi endapan posfat terdapat pada gua Soma di desa Muara Soma, Kecamatan Batang Natal. Daerah tersebut dapat ditempuh kendaraan roda empat dengan kondisi jalan beraspal, selanjutnya menuju lokasi dengan berjalan kaki.

Kegunaan :
Kegunaan endapan posfat terutama sebagai pupuk, baik pupuk buatan maupun pupuk alam, dalam industri detergen, asam sulfat dan industri kimia lainnya.

h. Pasir dan Batu ( S i r t u )

Pasir dan batu (sirtu) merupakan batuan hasil rombakan dari batuan asal yang tidak terkonsolidasi. Sirtu ini pada umumnya ditemukan pada aliran sungai. Potensi bahan galian sirtu di daerah ini tersebar dan sebagian telah dimanfaatkan.

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Bahan galian sirtu (pasir dan batu) pada umumnya terdapat pada aliran-aliran sungai besar antara lain di Batang Angkola, Batang Natal, Batang Gadis, Aek Soma dan beberapa anak sungainya dan sebagian telah diusahakan oleh penduduk setempat.

Kegunaan :
Sirtu dapat digunakan dalam sektor konstruksi, seperti perumahan, pertokoan, perkantoran, jembatan, dan jalan.

i. Serpentinit

Batuan serpentinit merupakan batuan metamorf, pada umumnya berwarna kehijauan - gelap, berlaminasi, berbentuk lembaran, mudah terbelah melalui bidang-bidang belahan, ketebalan antara 2 -8 meter, Batuan serpentinit mempunyai komposisi utama serpentin yang paling dominan. Serpentin yang menunjukkan kandungan unsur MgO tinggi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk alternatif (foto 17,18 dan 19).

Lokasi dan Kesampaian Daerah :
Potensi serpentin di daerah Kecamatan Batang Natal, terdapat di desa Muara Soma dan sekitarnya. Daerah tersebut dapat di tempuh kenderaan roda empat dengan kondisi jalan beraspal, selanjutnya menuju lokasi dengan berjalan kaki.

Mutu dan Cadangan :
Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik, menunjukkan komposisi sebagai berikut :
Contoh (MD.11) SiO = 42,25 %, TiO = 0,57 %, AI O = 30,89 % Fe O = 5,85 % CaO = 5,43 % MgO = 3,86 %, MnO = 0,45 %, H O = 10,70 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,52 gr/Cm dan kuat tekan = 4,2 Kg/Cm.

Contoh (MD.12) SiO = 42,55 %, TiO = 0,27 %, AI O = 30,89 %, Fe O = 5,85 %, CaO = 5,43, MgO = 3,86 %, MnO = 0,45 %, H O = 10,70 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,51 gr/Cm dan kuat tekan = 4,2 Kg/Cm.

Contoh (MD.13) SiO = 42,55 %, TiO = 0,27 %, AI O = 28,89 %, Fe O = 7,85 %, CaO = 3,43 %, = 5,86 %, MnO = 0,45 %, H O = 10,70 %, dan analisa sifat fisik menunjukkan berat jenis = 2,52 gr/Cm dan kuat tekan = 4,22 Kg/Cm.

Kegunaan :
Kegunaan serpentin terutama sebagai pupuk alternatif, pada saat ini di manfaatkan sebagai pupuk pada perkebunan jagung, sawit dan karet.
Hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik dari bahan galian marmar, andesit, granit, batugamping, kaolin dan serpentin (terlampir).

IV.2. Prioritas Pengusahaan Bahan Galian

Pengembangan bahan galian industri, khususnya bahan galian Golongan C memerlukan pemikiran yang menyeluruh. Hal ini di sebabkan erat kaitannya dengan pengembangan sektor lain.

Daerah Kabupaten Mandailing Natal memiliki beberapa potensi bahan galian industri golongan C seperti marmar, batugamping, granit, kaolin, batumulia dan sirtu. Berdasarkan pengamatan terhadap aspek fisik seperti aspek geologi, topografi, hidrologi, jumlah cadangan, lingkungan, serta aspek ekonomi terdapat tiga jenis bahan galian yang potensial untuk diusahakan, yaitu marmar, batugamping dan serpentin. Pengusahaan bahan galian ini dapat dilakukan dengan skala penambangan padat karya, semi mekanis dan mekanis.

Salah satu bahan galian yang tidak termasuk dalam PP. No. 27 Tahun 1980, yaitu batuan Serpertin, pemanfaatannya sebagai bahan baku pupuk alternatif (pengganti pupuk urea) bagi perkebunan.

Berdasarkan hasil analisa kimia dan analisa sifat fisik dari bahan galian yang ada di daerah Kabupaten Mandailing Natal, makan yang menjadi prioritas untuk diusahakan adalah sebagai berikut :

Marmer :

Contoh (MD.1) mempunyai unsur MgO 23,86 %, termasuk jenis dolomit, conto
(MD3) mempunyai unsur MgO 6,87 %, termasuk jenis batugamping dolomitan, dan conto (MD.15) mempunyai unsur MgO 19,24 %, termasuk jenis dolomit. Kuat tekannya dari 3,52 Kg/Cm - 4,45 Kg/Cm. Pemanfaatan bahan galian terutama sebagai bahan bangunan, batu hias (Ornamen), pembuatan keramik dan bahan baku pembuatan pupuk.

Batu Gamping :

Contoh (MD.8) dan (MD.9) mempunyai unsur SiO dan CaO masih rendah, tidak memenuhi persyaratan sebagai bahan baku pembuatan semen. Unsur MgO 12,12 % (MD.8) termasuk jenis dolomit berkalsium dan unsur MgO 5,15% (MD.9) termasuk jenis batugamping dolomitan. Kuat tekan dari 4,1 Kg/Cm - 4,2 Kg/Cm. Berdasarkan hal tersebut, maka bahan galian batugamping ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, batu hias (ornamen), pembuatan keramik dan perabot rumah tangga.

Serpentin :

Contoh (MD.11), (MD.12) dan (MD.13) mempunyai unsur MgO 3,86 % - 3,86 % dan 5,86 %, sangat rendah sebagai persyaratan dalam pembuatan pupuk alternatif (harus > 30 %). Untuk mengatasi hal ini, biasanya serpentin yang mempunyai unsur MgO rendah dicampur dengan serpentin dengan unsur MgO tinggi sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk alternatif yang pada saat ini sedang banyak digunakan untuk perkebunan.

Penentuan prioritas pengusahaan bahan galian industri di daerah ini, digunakan beberpa parameter yang bersifat umum untuk menilai prospeknya. Parameter tersebut antara lain pasar, teknis, lingkungan, hukum dan ekonomi serta finansial. Di bawah ini dapat diuraikan secara sederhana beberapa parameter sebagai pedoman menentukan penyusunan prioritas pengusahaan bahan galian sebagai berikut :