Friday, July 13, 2007

Tujuk Kali Meletus


Pendamping atau guide mendaki Sorik Marapi

Tujuh Kali Meletus

Di luar segala keindahannya, Gunung Sorik Marapi yang berada pada koordinat 00o41' 11.72" lintang utara dan 99o32' 13.09" bujur timut, sesungguhnya gunung yang berbahaya. Salah satu dari 129 gunung api aktif di Indonesia. Bahkan termasuk dalam kategori gunung berapi tipe A. Artinya, pernah meletus dalam 400 tahun terakhir.

Data dari Direktorat Vulkanologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan gunung ini pernah meletus sebanyak tujuh kali. Masing-masing pada tahun 1830, 1879, 1892, 1893, 1917, 1970 dan terakhir pada tahun 1986. Pada letusan terakhir, Sorik Marapi memuntahkan lahar panas dan debu.

Di udara, aliran debu itu bahkan sampai ke Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat. Letusan merapi memang umumnya berupa letusan freatik, letusan debu yang bersumber dari kawah pusat, yakni danau vulkanik yang berada di puncak. Namun pada letusan tahun 1892 dan 1893, yang terjadi adalah letusan di kawah samping pada lereng sebelah timur. Dilaporkan sebanyak 180 orang tewas terkena lahar panas.

Setelah sekian lama, lahar itu kemudian menjadi sumber kesuburan bagi pertanian warga. Perkebunan jeruk, cabai dan tanaman sayuran dataran tinggi lainya, dapat dilihat di mana-mana.

Dengan kondisinya yang masih aktif, maka para pendaki diminta untuk melapor ke Pos Pengamatan Gunung Sorik Marapi yang ada di Desa Sibanggor Tonga. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana status Sorik Marapi, karena kondisinya kadang berubah tak terduga. Misalnya pada pada 14 September 2004 lalu. Gunung ini sedikit menggeliat. Terjadi peningkatan kegempaan.

Dalam keadaan normal, gerakan getaran gempa yang dicatatkan komponen seismometer vertikal yang ditanam di kawasan puncak gunung, dan direkam seismograf di pos pengamatan secara telemetri, paling banyak hanya satu kali gempa dalam seminggu. Itupun berupa gempa vulkanik dalam yang hanya tercatat di seismograf, tidak terasa di permukaan. Namun pada hari itu, tercatat ada 142 kali gempa, bahkan sebelas di antaranya berskala II hingga III Modified Mercalli Intensity (MMI), sebutan ukuran untuk besarnya efek yang dirasakan di permukaan.

Karena peningkatan aktifitas ini, status Sorik Marapi yang semula berada di level satu, yakni aktif normal, ditingkatkan menjadi level dua, status waspada. Pemerintah Kabupaten Madina pun mengeluarkan imbauan agar pengunjung tidak mendekati puncak gunung. Pada Juli 2005, status waspada juga diberikan kepada gunung ini sekitar satu pekan karena peningkatan aktifitas kegempaan. Antara tanggal 8 hingga 14 Juli tercatat 112 gempa, dan 10 di antaranya terasa di permukaan.

Minimal Dua Guide

Jika aspek keamanan gunung sudah terpenuhi di Pos Pengamatan Gunung Sorik Marapi, maka pendaki juga disarankan untuk melapor kepada kepala desa setempat untuk alasan keselamatan pendakian. Biasanya pendaki disarankan untuk membawa guide yang berasal dari warga lokal. Mengenai biaya, tergantung tawar-menawar. Untuk tahun 2006 ini, angkanya sekitar Rp 30 ribu perorang.

Nah, pendamping atau guide juga tidak boleh satu. Minimal dua orang. Alasan mengapa harus dua orang, karena masalah keselamatan juga. Masalahnya kalau nanti pendaki jatuh atau ada masalah, guide yang satu bisa turun untuk membawa bantuan, sementara yang satu tetap mendampingi sang pendaki.

Biasanya guide yang mendampingi akan membawa serta senapan buruan. Jadi sementara dia bercerita tentang pantangan yang harus dipatuhi pengunjung selama mendaki, matanya juga berkeliaran di pucuk pepohonan mencari burung buruan.

“Jadi, kita dilarang memaki, mengucapkan kata yang tidak sopan, dan membuang sampah sembarangan, agar ...” Dhuarrr!!! Senapan menyalak dan guide tidak melanjutkan alasan pelarangan itu, karena sibuk memungut seekor burung piccala yang telah remuk tulang pahanya tertembus peluru.

http://khairulid.multiply.com/journal/item/158